Wednesday, 6 June 2012

Latihan bersama, Mobilisasi ke Asia Pasifik, atau Peningkatan Posisi Tawar di Laut China Selatan?


        Membaca beberapa berita VOA mengenai kunjungan Menteri Pertahanan AS ke Vietnam dalam rangka Mobilisasi Armada Laut Amerika pada tahun 2020 serta adanya Persengkatan antara Tiongkok dengan Fillipina akibat batas Kepulauan membuat saya bertanya-tanya apakah ini ada hubungannya dengan Angkatan Laut Amerika yang datang ke Surabaya ?
            Ketika membaca rencana kedatangan US Navy di Surabaya untuk melakukan latihan militer bersama TNI AL  pada dasarnya bertujuan murni bertukar ilmu tentang militer, serta ditambah kegiatan sosial, namun moment ini bersamaan dengan ketegangan yang ada di Laut Cina Selatan. Apakah ada motif lain di balik Latihan Militer tersebut ?
          Ketegangan akibat perselisihan Kepulauan Huangyan yang diklaim oleh Tiongkok serta Fillipina sudah lama terjadi. Perselisihan ini membawa Tiongkok mengirim kapal perangnya untuk menegaskan batas wilayahnya diLaut China Selatan.  Tentu saja, jika dibanding dengan Fillipina, kekuatan militer laut Negara Tirai Bambu bisa disebut jauh lebih besar, namun dengan kedatangan Amerika di berbagai pangkalan di Asia Tenggara membuat Fillipina lebih “pede”. Bisa dibilang Filipina adalah sekutu bagi Amerika Serikat ketika Filipina meminta bantuan militer kepada mereka, di pihak Amerika Serikat, letak geografis Filipina sangat membantu untuk melakukan mobilisasi kekuatan di Asia Pasifik. Kedua belah pihak merasa saling berkepentingan.

Kepulauan Huangyan yang disengketakan antara Fillipina dan Tiongkok mengenai batas wilayah.

         Lantas apa hubungannya dengan Indonesia ? Indonesia secara langsung berbatasan dengan Laut China Selatan di Utara dan Indonesia merupakan Negara kepulauan yang strategis untuk menjangkau Asia Pasifik, bisa saja ini merupakan salah satu bagian dari rencana Amerika Serikat untuk memperkuat posisi di Asia Pasifik termasuk di Negara-negara kepulauan Asia Tenggara seperti Indonesia dan Filipina. Di sisi lain, kedatangan militer Amerika di Surabaya juga meningkatkan posisi tawarnya di Laut China Selatan, entah sebagai mediator dalam persengkatan ini, atau sebagai “pendamping” Filipina. Bisa dikatakan armada yang ada di Surabaya, merupakan “backup” bagi Armada yang sudah ada di Fillipina.
       Disamping pada awalnya mereka ingin memobilisasi angkatan laut ke asia pasifik untuk  menguatkan kedudukannya di Asia Pasifik. Perselisihan Tiongkok di Laut China Selatan dapat meningkatkan intensitas ketegangan perang dingin antara dua Negara adikuasa ini.  Diberita juga disebutkan bahwa Amerika terus mendesak menggunakan pelabuhan-pelabuhan di Asia Tenggara seperti yang terjadi di Vietnam ketika mereka berkunjung kesana, tidak menutup kemungkinan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia juga menjadi salah satu tujuan maritim AS, termasuk Surabaya.

Letak Indonesia yang sangat Strategis antara Laut Cina Selatan dengan Perairan Pasifik.

       Dengan latihan bersama di Surabaya, secara tidak langsung Amerika menjadi lebih siap dan mengenal medan di Asia Tenggara. Kondisi geografis Fillipina dan Indonesia yang tidak begitu berbeda karena sama-sama sebagai Negara Kepulauan, dan sangat strategis ketika mengirimkan Angkatan Lautnya untuk meningkatkan pengertian tentang kondisi geografis yang sebenarnya sehingga dapat mendukung posisi tawar di Laut China Selatan ketika dibutuhkan guna menegaskan kedudukannya sebagai Negara adikuasa, disamping rencana awal untuk mobilisasi di Asia Pasifik. 


*Terinspirasi dari Berita VOA Indonesia
Gambar dari Berbagai sumber (google)

13 comments:

  1. Superb!!
    gak pernah kepikiran sampe dibawa kesitu. ditambah pula telah terjadi perang dingin di dunia ekonomi antara US dan China.

    ReplyDelete
  2. @farid. International Trade bung, gmn China mulai menguasai pasar dunia. Ditambah sisi militer, tambah dingin aja tuh perangnya. haha. Sueeereem

    ReplyDelete
  3. pemerintah indonesia terlalu naif
    segala macam hal yang berbau bantuan2an di terima,
    tanpa penyelidikan terlebih dahulu,
    ...
    memang bahwa kita hidup di dunia harus atas dasar rasa salin percaya, namun nampaknya pemerintah kita ini percaya nya kebangetan. Perlu ada mekanisme filtrasi yang lumayan kekeh nih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, terlalu naif ya gan ? Ini latian militer selalu diterima dengan tangan terbuka. mungkin udah di kroscek kepentingan sih menurut saya. Tapi ya itu, implementasinya buat filtrasi mana2 yang perlu masih mlempem, tp emg susah klo uda sama negara kuasa2 gdhe. haha

      Delete
    2. hm, sebenernya kita berhak gak sih menolak kerjasama dengan kata-kata "karena banyak nya agenda,kami tidak bisa melayani anda, silakan coba beberapa saat lagi" atau dengan bahasa halus yang lain.
      ....
      takut pemboikotan ya mungkin,
      tapi kalo mau boikot2 an, kita masih bisa hidup sendiri lho sebenernya.
      Kita cuma kurang berani out of the box aja sih menurut ku, terlalu patuh pada "pandangan publik internasional"

      Delete
    3. eh, sori gan, agak OOT

      Delete
    4. hehe, semacam silahkan hubungi lagi beberapa menit ya bung ? haha. tp berasa kemandirian kurang. tp mengurusi internasional relationship memang berat, dengan pandangan2nya. Tp yakin lah kita bisa, terutama dengan pemuda2nya :)

      Delete
  4. hmmm.. very smooth operation and approachment..AS.. as usual.. --"

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha, We just accept that like "everything is ok"

      Delete
  5. Kasus ini sebenernya mirip dengan kasus Rusia-Georgia(USA) 2008, di filipina ini mirip cuma beda lokasi-yang menurut saya inti kasusnya adalah sama-US enggak mau kehilangan hegemoni nya di suatu wilayah (kasus ini pasifik, khususnya Asean).
    yah, sebenernya Indonesia harus pinter2 mainin kartunya biar bisa ngeruk keuntungan dari kasus ini, baik dari ketangguhan militer US ataupun dari ketangguhan perekonomian Cina. Kartu utama yg dipunya Indonesia ya letak dan kondisi isi geografisnya. Saya lihat Indonesia sudah mulai ‘bermain’ dengan US (liat kasus hibah 24 biji F16 dari US) tp meskipun hibah, tetep Indo harus bayar retrofit cost nya, dan pengadaan hibah ini menurut pandangan saya jelas membantu kebutuhan Indonesia akan kuantitas falcon penjaga wilayah RI. Tapi merunut kebijakan US yg "there's no free lunch" pasti ada agenda tersembunyi dari US, itu lah yg harus dicari tau, apa agenda tersembunyi tersebut dan harus diantisipasi agar bangsa ini tidak mengalami kerugian berlebih. Perlu diingat juga bahwa Indonesia juga memiliki sedikit wilayah di Laut Cina Selatan (yg kaya akan gas alam). Bukan tidak mungkin setelah Cina berhasil mencaplok Huangyan, akan merembet mencaplok keseluruhan Laut Cina Selatan (yang artinya akan berurusan dengan sebagian besar anggota asean). Ingat Cina ngotot mengklaim seluruh kawasan Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya, termasuk Spratly Island merupakan wilayah Taiwan dan Vietnam. Sebagian wilayah ini juga merupakan wilayah Malaysia, Brunei, dan Filipina. Klaim Cina berdasar pada aspek historis dimana seluruh Laut Cina Selatan dalah wilayahnya.
    Filipina berani ‘galak’ terhadap Cina karena mendapat dukungan militer US karena terikat perjanjian The Tyding Mc Duffie dan perjanjian pangkalan milter tahun ’47 dan dengan terus mangajak negara2 di Asean untuk terus menekan laju agresif Cina di laut cina selatan (tahun ini Cina rebuild Varyag kapal induk pertamanya) yg kemungkinan besar sebagai alat ‘mainan’ di Laut Cina Selatan.
    Indonesia harus pintar dalam menentukan posisi dalam kasus ini, mau berdiri sendiri menentang US & Cina, ataukah membela salah satu pihak, yang jelas jangan sampai ‘keluar dari mulut buaya, masuk ke mulut harimau’.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Simple there, jangan mau masuk mulut keduanya. haha. btw mas guguk aktif ni. asiik. mampir trus donk mbah :D

      Delete