Thursday, 11 October 2012

Hey Ho Ijen ! ( Part 1 )


Halo semua, saya ingin berbagi pengalaman travelling terakhir yang cukup jauh (diukur dari Surabaya) dan cukup berkesan karena banyak pengalaman baru disini. Penasaran ? (pede) so langsung aja mas dan mbak :D
Gunung Ijen yang terkenal dengan penghasil belerang ini merupakan salah satu objek wisata terkenal di Indonesia, ga tanggung-tanggung terkenalnya sampai Eropa, bahkan waktu saya kesana kebanyakan pengunjung berasal dari Perancis, negara yang dikenal dengan bahasa romantisme dan Menara Eiffel.
Sebenernya, Gunung Ijen bukan hal yang baru sebagai tempat wisata jika dibandingkan dengan Karimun jawa saat ini. Udah banyak orang yang pergi kesana, termasuk teman-teman saya menggunakan berbagai pilihan Biro Perjalanan atau Travel Agent dengan fasilitas melimpah seperti Jeep untuk naik ke desa terakhir serta penginapan berbintang di Banyuwangi. Berhubung saya menyukai tantangan dan pengalaman baru (red: G punya duit banyak untuk membeli paket wisata) dan baru saat mahasiswa ini saya diberi kepercayaan orang tua untuk travelling sendiri sehingga baru saat ini saya bisa travelling ke tempat yang cukup jauh (diukur dari Jogja) asal menggunakan uang saku sendiri juga, haha. Saya memutuskan untuk pergi ke Ijen bermodalkan kenalan teman dari AIESEC UI yang asli dari Banyuwangi. Sebut saja Zhuko Pangeran dari Negara Api yang kini membantu Avatar :D
                        Disini saya akan menceritakan serta memberikan sedikit cara untuk sampai ke Ijen bermodal seminimal mungkin dibantu oleh bung Zuko. Introduction dikit ya, hehe. Mas Suko ini mahasiswa Teknik Kimia UI yang juga ikut organisasi AIESEC, kita ketemu saat conference tentang HIV/AIDS di Jakarta bersama bule-bule dari berbagai Negara. Manteb kan ? Organisasi AIESEC adalah organisasi pemuda Internasional, jadi disini banyak pengalaman dan pastinya kenalan baru yang bisa kita dapet dari teman-teman dari luar negeri. Oke lanjut ke mas Suko lagi, dia mahasiswa tingkat tiga yang sudah jalan-jalan keluar negeri seperti Myanmar, Thailand, Vietnam, dan masih banyak lagi, klo tentang jalan-jalan, beliau sudah expert lah. Dan bermodalkan backpack serta uang saku hasil dari menjadi guru les untuk murid SMA selama 1 tahun, pinter lo dia, jadi klo mau les, silahkan hubungi nomer dibawah layar kaca anda :D
Kita janjian ketemu di Malang, mengingat kereta ke Banyuwangi via Malang lebih murah dibanding kereta langsung dari Surabaya. Pertama saya naik kereta Penataran ke Malang seharga 4000 rupiah saja, tapi antrinya harus pagi-pagi banget di Stasiun Gubeng Surabaya, mengingat banyak pemakai kereta ini, Sementara Bung Zuko dari Jakarta menggunakan kereta Mataramaja berangkat satu hari sebelumnya dari Pasar Senen, Jakarta. Ketemu di Malang meskipun jadwal kedatangan kereta kami masing-masing berbeda tapi gak sampai ketinggalan Kereta Tawang Alun yang berangkat sekitar pukul 2 siang. Kemudian dari Malang kita naik kereta Tawang Alun seharga 18.500 ke Banyuwangi. Dibanding dengan menggunakan kereta Surabaya-Banyuwangi seperti Sri Tanjung atau Logawa seharga 36.000 rupiah, cara transit via Malang jadi pilihan yang lebih ekonomis  
            Perjalanan ke Banyuwangi dari Malang maupun Surabaya memakan waktu sekitar 5-6 jam, sehingga cukup malam kita sampai disana. Di Banyuwangi saya mampir ke rumahnya bung zuko. Kita skip sejenak untuk pengalaman yang mengesankan bersama keluarga besar bung Zuko mengingat disini kita mau cerita “how to go to Ijen without Travel Agent :D”. Kalian dari Malang bisa turun di stasiun Karangasem di Banyuwangi kemudian menginap sejenak disini untuk mencari angkot esok harinya. (Berhubung saya menginap di rumah keluarga bung Zuko, saya keesokan harinya naik bus dari desa bung Zuko ke Banyuwangi). Dari Stasiun, kita perlu berjalan untuk sampai ke jalan besar yang ada angkotnya. Di sekita kalisasak, angkot tidak banyak untuk menuju ke Kecamatan Licin, bahkan hanya 2x sehari angkot tersebut ada.
Akhirnya kami memutuskan untuk…neeeebeeeng, bahasa kerennya sih hitchhike, haha. Ini pengalaman pertama saya nebeng, agak g enak gimana gitu karena sepertinya orang di Indonesia jarang welcome untuk memberi tumpangan ala hitchhike, apalagi orang-orang dengan kendaraan pribadi, but then setelah cukup lama “mengawe-awe” jempol akhirnya ada truck pengangkut aspal yang dengan baiknya menawari kami naik di kabin pengemudi samping pak kusir :D untung bukan di bak trucknya.hehe
Kami ngobrol-ngbrol sebentar dan nanya gmn sampai ke Pabrik Welirang di Licin mengingat kami akan nebeng truck penambang sampai ke desa Paltuding, desa terakhir sebelum jalan kaki ke Ijen. Pak Sopir yang baik hati ini akhirnya mengantar kan kami sampai ke persimpangan terakhir dimana kita tinggal berjalan kaki lurus menuju ke pabrik tersebut, jadi kami turun dan berjalan kaki. For your info, saya nanya pak sopir seberapa jauh ke pabrik tersebut, beliau bilang g jauh ,tinggal belok kiri trus lurus aja ngikutin jalan, tp disini ada perbedaan interpretasi antara jauh dan dekat. Ketika kami berjalan kaki jarak tidak jauh yang beliau maksud itu adalah jarak yang jauh menurut kami. Mungkin karena masyarakat tersebut sudah terbiasa berjalan kaki dan kami saja yang mungkin terlalu di manja dengan fasilitas di kota besar, sehingga kami cukup “ngos-ngosan” sampe di Pabrik Welirang. Pabrik Welirang ini sudah cukup terkenal di masyarakat Banyuwangi, sehingga jika kita tanya penduduk setempat, pasti tau tempat ini
Sesampainya disini, kita minta ijin permisi sama bapak-bapak pegawai pabrik untuk nebeng ke Paltuding bareng truk penambang, Bapak-bapaknya sangat welcome, mungkin karena cukup banyak wisatawan local yang nebeng pake truk penambang (g ikut jeep yang nyewanya mahal ) haha. Oia, disarankan untuk memberi sekitar minimal 5000 rupiah dengan tingkat inflasi saat ini untuk tiap orang yang menebeng truck penambang, meskipun tidak ada harga pasti yang dipatok bapak-bapak tersebut, ibaratnya uang bensin. hehe Dan ini pengalaman pertama saya naik truk penambang di bak belakang, haha. Jalan menuju Paltuding tidak semulus tadi, berkelok-kelok dengan tanjakan yang kemiringannya bisa mencapai 45 derajat ditambah dengan belokan tajam. Jadi yang menggunakan mobil pribadi tidak disarankan lewat jalan ini, lebih baik melalui Bondowoso. Untung bapak pengemudi truk penambangan ini sudah terbiasa dan ahli dengan jalan curam tipe gunung gini. Pemandangan menuju Paltuding sangat Indah, disini kita nglewati Hutan berkabut dan dingin, meskipun saat itu jam 2 siang, di jalan banyak terdapat satwa liat terutama burung-burung, bahkan kata salah satu penambang dia cukup sering melihat macan tutul melewati jalan tersebut, hiii. Di perjalanan meskipun was-was dan pemandangan yang cukup indah akhirnya kita sampai dengan selamat di Paltuding. Yeaaaay…


*part selanjutnya segera di Publish. Foto2 juga menyusul :D ,atau klo mau lihat mentahan fotonya ada di https://www.facebook.com/media/set/?set=a.4069271543307.157314.1627906243&type=3

2 comments:

  1. dikasih foto dong minimal 1. biar gak kayak baca novel gini. :))

    ReplyDelete