Halo semua, saya ingin berbagi pengalaman travelling terakhir yang cukup
jauh (diukur dari Surabaya) dan cukup berkesan karena banyak pengalaman baru
disini. Penasaran ? (pede) so langsung aja mas dan mbak :D
Gunung Ijen yang terkenal dengan penghasil belerang ini merupakan salah
satu objek wisata terkenal di Indonesia, ga tanggung-tanggung terkenalnya
sampai Eropa, bahkan waktu saya kesana kebanyakan pengunjung berasal dari
Perancis, negara yang dikenal dengan bahasa romantisme dan Menara Eiffel.
Sebenernya, Gunung Ijen bukan hal yang baru sebagai tempat wisata jika
dibandingkan dengan Karimun jawa saat ini. Udah banyak orang yang pergi kesana,
termasuk teman-teman saya menggunakan berbagai pilihan Biro Perjalanan atau Travel Agent dengan fasilitas melimpah
seperti Jeep untuk naik ke desa terakhir serta penginapan berbintang di
Banyuwangi. Berhubung saya menyukai tantangan dan pengalaman baru (red: G punya
duit banyak untuk membeli paket wisata) dan baru saat mahasiswa ini saya diberi
kepercayaan orang tua untuk travelling sendiri sehingga baru saat ini saya bisa
travelling ke tempat yang cukup jauh (diukur dari Jogja) asal menggunakan uang
saku sendiri juga, haha. Saya memutuskan untuk pergi ke Ijen bermodalkan
kenalan teman dari AIESEC UI yang asli dari Banyuwangi. Sebut saja Zhuko
Pangeran dari Negara Api yang kini membantu Avatar :D
Disini
saya akan menceritakan serta memberikan sedikit cara untuk sampai ke Ijen
bermodal seminimal mungkin dibantu oleh bung Zuko. Introduction dikit ya, hehe.
Mas Suko ini mahasiswa Teknik Kimia UI yang juga ikut organisasi AIESEC, kita
ketemu saat conference tentang HIV/AIDS di Jakarta bersama bule-bule dari
berbagai Negara. Manteb kan ? Organisasi AIESEC adalah organisasi pemuda
Internasional, jadi disini banyak pengalaman dan pastinya kenalan baru yang
bisa kita dapet dari teman-teman dari luar negeri. Oke lanjut ke mas Suko lagi, dia
mahasiswa tingkat tiga yang sudah jalan-jalan keluar negeri seperti Myanmar,
Thailand, Vietnam, dan masih banyak lagi, klo tentang jalan-jalan, beliau sudah
expert lah. Dan bermodalkan backpack serta uang saku hasil dari menjadi guru
les untuk murid SMA selama 1 tahun, pinter lo dia, jadi klo mau les, silahkan
hubungi nomer dibawah layar kaca anda :D
Kita janjian ketemu di Malang, mengingat kereta ke Banyuwangi via Malang
lebih murah dibanding kereta langsung dari Surabaya. Pertama saya naik kereta
Penataran ke Malang seharga 4000 rupiah saja, tapi antrinya harus pagi-pagi banget
di Stasiun Gubeng Surabaya, mengingat banyak pemakai kereta ini, Sementara Bung
Zuko dari Jakarta menggunakan kereta Mataramaja berangkat satu hari sebelumnya
dari Pasar Senen, Jakarta. Ketemu di Malang meskipun jadwal kedatangan
kereta kami masing-masing berbeda tapi gak sampai ketinggalan Kereta Tawang
Alun yang berangkat sekitar pukul 2 siang. Kemudian dari Malang kita naik
kereta Tawang Alun seharga 18.500 ke Banyuwangi. Dibanding dengan menggunakan
kereta Surabaya-Banyuwangi seperti Sri Tanjung atau Logawa seharga 36.000
rupiah, cara transit via Malang jadi pilihan yang lebih ekonomis
Perjalanan ke Banyuwangi dari Malang
maupun Surabaya memakan waktu sekitar 5-6 jam, sehingga cukup malam kita sampai
disana. Di Banyuwangi saya mampir ke rumahnya bung zuko. Kita skip sejenak
untuk pengalaman yang mengesankan bersama keluarga besar bung Zuko mengingat
disini kita mau cerita “how to go to Ijen without Travel Agent :D”. Kalian dari
Malang bisa turun di stasiun Karangasem di Banyuwangi
kemudian menginap sejenak disini untuk mencari angkot esok harinya. (Berhubung
saya menginap di rumah keluarga bung Zuko, saya keesokan harinya naik
bus dari desa bung Zuko ke Banyuwangi). Dari Stasiun, kita perlu berjalan untuk
sampai ke jalan besar yang ada angkotnya. Di sekita kalisasak, angkot tidak
banyak untuk menuju ke Kecamatan Licin, bahkan hanya 2x sehari angkot tersebut
ada.
Akhirnya kami memutuskan untuk…neeeebeeeng, bahasa kerennya sih hitchhike, haha. Ini pengalaman pertama
saya nebeng, agak g enak gimana gitu karena sepertinya orang di Indonesia
jarang welcome untuk memberi
tumpangan ala hitchhike, apalagi orang-orang dengan kendaraan pribadi, but then
setelah cukup lama “mengawe-awe” jempol akhirnya ada truck pengangkut aspal
yang dengan baiknya menawari kami naik di kabin pengemudi samping pak kusir :D
untung bukan di bak trucknya.hehe
Kami ngobrol-ngbrol sebentar dan nanya gmn sampai ke Pabrik Welirang di
Licin mengingat kami akan nebeng truck penambang sampai ke desa Paltuding, desa
terakhir sebelum jalan kaki ke Ijen. Pak Sopir yang baik hati ini akhirnya
mengantar kan kami sampai ke persimpangan terakhir dimana kita tinggal berjalan
kaki lurus menuju ke pabrik tersebut, jadi kami turun dan berjalan kaki. For
your info, saya nanya pak sopir seberapa jauh ke pabrik tersebut, beliau bilang
g jauh ,tinggal belok kiri trus lurus aja ngikutin jalan, tp disini ada perbedaan interpretasi antara jauh
dan dekat. Ketika kami berjalan kaki jarak tidak jauh yang beliau maksud itu
adalah jarak yang jauh menurut kami. Mungkin karena masyarakat tersebut sudah
terbiasa berjalan kaki dan kami saja yang mungkin terlalu di manja dengan
fasilitas di kota besar, sehingga kami cukup “ngos-ngosan” sampe di Pabrik
Welirang. Pabrik Welirang ini sudah cukup terkenal di masyarakat Banyuwangi,
sehingga jika kita tanya penduduk setempat, pasti tau tempat ini
Sesampainya disini, kita minta ijin permisi sama bapak-bapak pegawai
pabrik untuk nebeng ke Paltuding bareng truk penambang, Bapak-bapaknya sangat
welcome, mungkin karena cukup banyak wisatawan local yang nebeng pake truk
penambang (g ikut jeep yang nyewanya mahal ) haha. Oia, disarankan untuk
memberi sekitar minimal 5000 rupiah dengan tingkat inflasi saat ini untuk tiap
orang yang menebeng truck penambang, meskipun tidak ada harga pasti yang
dipatok bapak-bapak tersebut, ibaratnya uang bensin. hehe Dan ini pengalaman
pertama saya naik truk penambang di bak belakang, haha. Jalan menuju Paltuding
tidak semulus tadi, berkelok-kelok dengan tanjakan yang kemiringannya bisa mencapai
45 derajat ditambah dengan belokan tajam. Jadi yang menggunakan mobil pribadi
tidak disarankan lewat jalan ini, lebih baik melalui Bondowoso. Untung bapak
pengemudi truk penambangan ini sudah terbiasa dan ahli dengan jalan curam tipe
gunung gini. Pemandangan menuju Paltuding sangat Indah, disini kita nglewati
Hutan berkabut dan dingin, meskipun saat itu jam 2 siang, di jalan banyak
terdapat satwa liat terutama burung-burung, bahkan kata salah satu penambang
dia cukup sering melihat macan tutul melewati jalan tersebut, hiii. Di
perjalanan meskipun was-was dan pemandangan yang cukup indah akhirnya kita
sampai dengan selamat di Paltuding. Yeaaaay…
*part selanjutnya segera di Publish. Foto2 juga menyusul :D ,atau klo mau lihat mentahan fotonya ada di https://www.facebook.com/media/set/?set=a.4069271543307.157314.1627906243&type=3
dikasih foto dong minimal 1. biar gak kayak baca novel gini. :))
ReplyDeletewhuahaha. siap. tak garap tugas sek
Delete