4.45. Soekarno Hatta. Penerbangan Pagi. Sepagi aku terbangun untuk tau aku akan merindumu, bersama adzan Shubuh Tanah Air.
Ya, semua ini akan kurindukan, suasana ini, hari-hari ini, rutinitas ini, terutama keluarga tercinta, dan mungkin suatu hari aku akan merindukan dirimu sebagai bagian dari keluargaku....
Untuk dua tahun kedepan...
Akan ada suasana baru, rutinitas baru, keluarga baru, dan lingkungan yang baru. Semoga aku tidak terlalu cepat untuk terbawa suasana homesick. Tidak, aku yakin tidak, rutinitas sebelumnya sebagai mahasiswa perantauan sudah pernah dirasakan, dan mungkin kesempatan terbesar kali ini juga akan lebih mudah menghindar dari suasana rindu tanah air dan menyembunyikan rindu terhadap dirimu.
-----------------------------------------------------------------
Hari di Waktu itu
Kerinduan ini berawal dari waktu yang tak tahu dimana bermulai, terhadap suatu pertemuan singkat, dan perpisahan yang mungkin akan terjadi. Aku merindumu, untuk semua tawamu, senyummu, dan wajah berseri ketika kita berjalan bersama dalam ramainya Ibukota. Tapi sejak saat itu juga, kesadaran mulai timbul, apakah aku pantas bersamamu saat banyak pria lebih baik, dan mapan serta tinggi budi pekerti dan agamanya yang datang dekat dalam lingkunganmu ? yang sadar atau tidak dirimu merasa lebih nyaman dengan mereka, berbagi cerita segala dan tawa.
Yaaa, saya tau, saya hanya bagian cerita yang mungkin tak akan lebih, seperti kerinduan yang mungkin kau tak akan dirimu beri. Ini semua wajar, sewajar pesawat terbang yang mampu memperpendek waktu dan jarak, sepasti ilmu aerodinamika yang diaplikasikan oleh Wright bersaudara dalam pesawatnya, bahwa logika yang sama berkata pasti tentang orang-orang pasti yang lebih mempunyai kepastian untuk kebahagiaan dirimu dengan semua bekal yang mereka punya sekarang. Kenyamanan, kemapanan, kehadiran setiap waktu, dan tempat bersandar maupun tempat diandalkan secara materi, jasmani, dan rohani. Hmm, setidaknya mereka lebih baik dari ketiga sisi tersebut daripada diriku. dan itu yang aku rasakan saat ini.
-----------------------------------------------------------------
Bersama Ramainya rutinitas baru
Udara dingin berhembus menerpa wajah, rasa sesak akibat rindu masih ada. dan mungkin memuncak, tinggal 2 bulan lagi semester baru akan datang. Semester yang aku harapkan menjadi waktu yang tepat untuk menuliskan Proposal penelitianku, dan kemudian memutuskan untuk kembali ke negeri untuk berbakti, atau menunggu waktu kembali yang tepat akibat rasa sakit dihati karena Putri dari Ibu Pertiwi ? Semua rasa bercampur memanaskan pikiran. Menenangkan hati dengan rasa rindu dan fokus pada ilmu yang ditekuni. Dan sekali lagi, sadar bahwa sekarang saat berjuang, banyak pria yang berjuang lebih dulu untuk memantaskan dirinya untuk dirimu, dan mungkin saat ini bukan diriku yang pantas untuk logika kenyamananmu. Aku tak ingin fokusku terpaku pada waktu....dan biar waktu yang menjawab.
Ibuku pernah berpesan, untuk tidak terlalu mengambil hati pada saat diriku masih belum mampu mempertanggung jawabkan perasaan dengan rasa semestinya, namun karena ketidakdewasaanku yang kurang memperhatikan pesan kehidupan, akhirnya nilai ujiankupun anjlok. Tapi untuk kesempatan belajar dari pengalaman, aku bersyukur. Kali ini pun aku mencoba tidak membawa perasaan itu dalam masa studiku yang jauh dari rumah tanah air tercinta. Semoga aku bisaa...fokus untuk mendapatkan nilai terbaikku bersama rinduku padamu....
..."waktu cepat berlalu. Tiap pertemuan dan perpisahan yang disertai pandangan mata kami,
mencerminkan kerinduan untuk pertemuan yang akan datang,
dan perasaan yang menggetarkan hati.
Mengapa semua ini terjadi?
Berapa lama kami dapat merasakan ini semua ?
Kapan ini semua berakhir ?..."
- B.J.Habibie dalam bukunya "Habibie Ainun (hal.10)
: Sebuah mimpi dirimu merindukanku. Trafalgar Square. London.